Selasa, 14 Mei 2013

Sejarah Kerajaan Tarumanegara

Related Post

sej106_06.gif

Sejarah Kerajaan Tarumanegara

Sahabat Loph Indonesia , Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan
bercorak Hindu tertua di Pulau Jawa.
Kerajaan ini terletak di Jawa Barat,
tepatnya dengan pusat di daerah Bogor.
Kerajaan Tarumanegara sendiri memiliki
wilayah kekuasaan yang cukup luas, yaitu mencakup hampir seluruh wilayah Jawa
Barat, Banten, dan Jakarta sekarang.
Berdasarkan beberapa sumber sejarah yang
ditemukan disekitar lokasi kerajaan, diperoleh
informasi bahwa kerajaan ini pernah eksis
dari abad ke-4 hingga abad ke-7 Masehi. Beberapa catatan sejarah juga mengatakan
bahwa kerajaan ini bercorak Hindu aliran
Wisnu.

Sumber Sejarah Kerajaan Tarumanegara

Keberadaan Kerajaan Tarumanegara
dapat diketahui dari beberapa sumber sejarah,
baik sumber sejarah yang berasal dari dalam
negeri maupun luar negeri.

Sumber Dalam Negeri
Yaitu berupa tujuh buah prasasti batu yang ditemukan
secara terpisah di Bogor, Jakarta, dan Banten.
Ketujuh prasasti tersebut antara lain.

Prasasti Ciaruteun .
220px-Prasasti_Ciaruteun-Museum_Sejarah_

Prasasti ini ditemukan di tepi sungai Ciaruteun,
Bogor. Prasasti ini ditulis
menggunakan huruf Pallawa dan
Bahasa Sansekerta. Pada prasasti ini
terdapat cap sepasang telapak kaki
milik Raja Purnawarman yang melambangkan kekuasaan raja yang
dipercaya sebagai penjelmaan Dewa
Wisnu.

Prasasti Kebon Kopi .
220px-Prasasti_Kebon_Kopi.JPG

Ditemukan di Kecamatan
Cibungbulang, Bogor. Pada prasasti
yang diperkirakan berasal dari abad
ke-5 ini, ditemukan cap telapak kaki
gajah yang melambangkan Gajah
Airawata, hewan tunggangan Dewa Wisnu.

Prasasti Jambu .
prasastijambu3.jpg

Disebut juga dengan Prasasti Pasir Koleangkak.
Prasasti ini ditemukan di area
perkebunan jambu di Bogor. Prasasti
yang ditulis menggunakan Huruf
Pallawa dan Bahasa Sansekerta ini
mengisahkan tentang kebijaksanaan Raja Purnawarman dalam
memerintah Kerajaan
Tarumanegara.

Prasasti Muara Cianten .

Sesuai dengan namanya, prasasti ini
ditemukan di daerah Muara Cianten,
Jawa Barat. Prasasti ini ditemukan
dalam keadaan rusak, jadi isi dari
prasasti ini belum dapat dibaca. Satu-
satunya yang masih tercetak jelas adalah adanya lukisan sepasang
telapak kaki.

Prasasti Pasir Awi .
images?q=tbn:ANd9GcR-AuVe_NAueHkOcPUNAe7

Sama seperti Prasasti Muara Cianten,
prasasti ini juga masih misterius
isinya karena beberapa tulisan sudah
rusak.

Prasasti Cidanghiyang
images?q=tbn:ANd9GcQDwJmg2HUXCR1nmghiaEg

Disebut juga dengan Prasasti Munjul.
Prasasti ini ditemukan di Kampung
Lebak, Kecamatan Munjul,
Banten. Prasasti yang ditulis
menggunakan Huruf Pallawa dan
Bahasa Sansekerta ini mengkisahkan tentang keberanian Raja
Purnawarman.

Prasasti Tugu .
pras-tugu.jpg

Prasasti ini ditemukan di Kampung Batutumbu,
Desa Tugu, Kecamatan Cilincing,
Jakarta Utara. Prasasti ini
mengisahkan tentang penggalian
Sungai Candrabaga dan Gomati
sepanjang 6112 tombak (12 KM) pada masa pemerintahan Raja
Purnawarman. Penggalian sungai
ini dimaksudkan untuk mencegah
datangnya bencana banjir dan
sebagai sarana irigrasi sawah untuk
mengatasi kekeringan.

Berita dari Luar Negeri

Selain sumber sejarah dari dalam negeri yang berbentuk
prasasti, keberadaan Kerajaan
Tarumanegara juga dapat diketahui dari
sumber-sumber berita luar negeri.
Diantaranya adalah dari literatur kuno
berjudul Fa-Kao-Chi yang ditulis oleh Fa- Hsien dari tahun 414 Masehi. Literatur ini
menyebutkan tentang kehidupan masyarakat
di Jawa Bagian Barat yang telah terpengaruh
agama Hindu India. Masyarakat Hindu yang
ditemui oleh Fa-Hsien ini diperkirakan
merupakan bagian dari masyarakat kerajaan yang berpusat di daerah Bogor, yang tidak lain
dan tidak bukan adalah Kerajaan
Tarumanegara.

Pemerintahan Kerajaa N Tarumanegara

Raja Purnawarman adalah satu-satunya
raja yang namanya dicantumkan dalam
prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan
Tarumanegara. Raja ini digambarkan
sebagai seorang raja yang sangat bijaksana
dan telah berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyatnya berkat penggalian
sebuah sungai sebagai sarana irigrasi. Namun
meskipun begitu, Purnawarman bukanlah
satu-satunya raja yang pernah memerintah
Kerajaan Tarumanegara. Hal ini
didasarkan pada sebuah sumber dari naskah kuno bernama Wangsakerta.

Meskipun kevalidan naskah ini masih
diperdebatkan oleh para ahli, namun kitab ini
berisi informasi yang cukup menarik, yaitu
tentang silsilah lengkap raja-raja yang
pernah memerintah Tarumanegara dari
mulai awal berdirinya hingga raja terakhirnya. Berikut adalah daftar raja-raja
yang pernah memerintah Kerajaan
Tarumanegara berdasarkan Naskah
Wangsakerta.

  1. Jayasingawarman : 358-382 M.
  2. Dharmayawarman : 382-395 M.
  3. Purnawarman : 395-434 M.
  4. Wisnuwarman : 434-455 M.
  5. Indrawarman : 455-515 M.
  6. Candrawarman : 515-535M.
  7. Suryawarman : 535-561 M.
  8. Kertawarman : 561-628 M.
  9. Sudhawarman : 628-639 M.
  10. Hariwangsawarman : 639-640 M.
  11. Nagajayawarman : 640-666 M.
  12. Linggawarman : 666-669 M

Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara diperkirakan
runtuh pada sekitar abad ke-7 Masehi. Hal ini
didasarkan pada fakta bahwa setelah abad
ke-7, berita mengenai kerajaan ini tidak
pernah terdengar lagi baik dari sumber dalam
negeri maupun luar negeri . Para ahli berpendapat bahwa runtuhnya Kerajaan
Tarumanegara kemungkinan besar disebabkan
karena adanya tekanan dari Kerajaan
Sriwijaya yang terus melakukan ekspansi
wilayah.

Keterangan :
Tag : Kerajaan tarumanegara , sejarah kerajaan di indonesia, kerajaan hindu
Edit by : Loph Indonesia
Refrensi : Iwak Phitik
Artikel : Sejarah Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Kutai - Kerajaan Hindu Tertua Di Indonesia

Related Post

Kerajaan_Kutai.jpg

Kerajaan Kutai - Kerajaan Hindu Pertama Di Indonesia

Sahabat Loph Indonesia , Kerajaan Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia.
Kerajaan Kutai diperkirakan muncul pada abad 5 M atau ± 400 M. Kerajaan ini terletak di
Muara Kaman, Kalimantan Timur (dekat
kota Tenggarong), tepatnya di hulu sungai
Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama
tempat ditemukannya prasasti yang
menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak
ada prasasti yang secara jelas menyebutkan
nama kerajaan ini. Karena memang sangat
sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat
kurangnya sumber sejarah.

Keberadaan kerajaan tersebut diketahui
berdasarkan sumber berita yang ditemukan
yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa /
tiang batu berjumlah 7 buah. Yupa yang
menggunakan huruf Pallawa dan bahasa
sansekerta tersebut, dapat disimpulkan tentang keberadaan Kerajaan Kutai dalam berbagai aspek kebudayaan, antara lain
politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Adapun isi
prasati tersebut menyatakan bahwa raja
pertama Kerajaan Kutai bernama
Kudungga. Ia mempunyai seorang putra
bernama Asawarman yang disebut sebagai wamsakerta (pembentuk keluarga). Setelah
meninggal, Asawarman digantikan oleh
Mulawarman. Penggunaan nama
Asawarman dan nama-nama raja pada
generasi berikutnya menunjukkan telah
masuknya pengaruh ajaran Hindu dalam Kerajaan Kutai dan hal tersebut
membuktikan bahwa raja-raja Kutai adalah
orang Indonesia asli yang telah memeluk
agama Hindu.

SISTEM POLITIK
KERAJAAN KUTAI

Dalam kehidupan politik seperti yang
dijelaskan dalam yupa bahwa raja terbesar
Kutai adalah Mulawarman, putra
Aswawarman dan Aswawarman adalah
putra Kudungga. Dalam yupa juga
dijelaskan bahwa Aswawarman disebut sebagai Dewa Ansuman/Dewa Matahari dan
dipandang sebagai Wangsakerta atau pendiri
keluarga raja. Hal ini berarti Asmawarman
sudah menganut agama Hindu dan dipandang
sebagai pendiri keluarga atau dinasti dalam
agama Hindu.

Untuk itu para ahli berpendapat Kudungga masih nama
Indonesia asli dan masih sebagai kepala suku,
yang menurunkan raja-raja Kutai. Dalam
kehidupan sosial terjalin hubungan yang
harmonis/erat antara Raja Mulawarman
dengan kaum Brahmana, seperti yang dijelaskan dalam yupa, bahwa raja
Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor
sapi kepada kaum Brahmana di dalam tanah
yang suci bernama Waprakeswara. Istilah
Waprakeswara–tempat suci untuk memuja
Dewa Siwa di pulau Jawa disebut Baprakewara

Raja - Raja di Kerajaan Kutai

Raja Kudungga

Raja Kudungga adalah raja pertama yang
berkuasa di Kerajaan Kutai. Tetapi,
apabila dilihat dari nama raja yang masih
menggunakan nama Indonesia, para ahli
berpendapat bahwa pada masa pemerintahan
Raja Kudungga pengaruh Hindu baru masuk ke wilayahnya. Kedudukan Raja
Kudungga pada awalnya adalah kepala suku.

Dengan masuknya pengaruh Hindu, ia
mengubah struktur pemerintahannya
menjadikerajaan dan mengangkat dirinya
menjadi raja, sehingga pergantian raja dilakukan secara turun-temurun.

Aswawarman

Aswawarman mungkin adalah raja pertama
Kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia
juga diketahui sebagai pendiri dinasti
Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar
Wangsakerta, yang artinya pembentuk
keluarga. Aswawarman memiliki 3 orang putera, dan salah satunya adalah
Mulawarman. Putra Aswawarman adalah
Mulawarman. Dari yupa diketahui bahwa
pada masa pemerintahan Mulawarman,
Kerajaan Kutai mengalami masa
keemasan.

Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur.
Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak
lagi oleh dunia luar karena kurangnya
komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat
sedikit yang mendengar namanya.

Mulawarman

Mulawarman adalah anak Aswawarman
dan cucu Kundungga. Nama Mulawarman
dan Aswawarman sangat kental dengan
pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari
cara penulisannya. Sementara itu
Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang
ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga
belum menganut agama Hindu. Mulawarman
adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai.
Di bawah pemerintahannya, Kerajaan
Kutai mengalami masa yang gemilang. Rakyat hidup tenteram dan sejahtera.

Hanya ketiga raja tersebut yang tertulis
dalam prasasti Yupa. Sementara itu raja-
raja lain setelah Mulawarman belum
diketahui secara pasti karena keterbatasan
sumber sejarah.

Kehidupan Masyarakat Kerajaan Kutai

Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai
merupakan terjemahan dari prasasti-prasasti
yang ditemukan oleh para ahli. Diantara
terjemahan tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Masyarakat di Kerajaan Kutai
    tertata, tertib dan teratur.
  2. Masyarakat di Kerajaan Kutai
    memiliki kemampuan beradaptasi
    dengan budaya luar (India), mengikuti
    pola perubahan zaman dengan tetap
    memelihara dan melestarikan
    budayanya sendiri.

Kehidupan ekonomi di Kutai, tidak diketahui
secara pasti, kecuali disebutkan dalam salah
satu prasasti bahwa Raja Mulawarman
telah mengadakan upacara korban emas dan
tidak menghadiahkan sebanyak 20.000 ekor
sapi untuk golongan Brahmana. Tidak diketahui secara pasti asal emas dan sapi
tersebut diperoleh. Apabila emas dan sapi
tersebut didatangkan dari tempat lain, bisa
disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah
melakukan kegiatan dagang. Jika dilihat dari
letak geografis, Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan
India. Kerajaan Kutai menjadi tempat
yang menarik untuk disinggahi para pedagang.
Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan
perdagangan telah menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.

Sementara itu dalam kehidupan budaya dapat
dikatakan kerajaan Kutai sudah maju. Hal
ini dibuktikan melalui upacara penghinduan
(pemberkatan memeluk agama Hindu) yang
disebut Vratyastoma. Vratyastoma
dilaksanakan sejak pemerintahan Aswawarman karena Kudungga masih
mempertahankan ciri-ciri keIndonesiaannya,
sedangkan yang memimpin upacara tersebut,
menurut para ahli, dipastikan adalah para
pendeta (Brahmana) dari India. Tetapi pada
masa Mulawarman kemungkinan sekali upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh
kaum Brahmana dari orang Indonesia asli.
Adanya kaum Brahmana asli orang
Indonesia membuktikan bahwa kemampuan
intelektualnya tinggi, terutama penguasaan
terhadap bahasa Sansekerta yang pada dasarnya bukanlah bahasa rakyat India
sehari-hari, melainkan lebih merupakan
bahasa resmi kaum Brahmana untuk masalah
keagamaan.

peta%2Bkerajaan%2Bkutai.jpg
Peta Kerajaan Kutai

Runtuhnya Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai berakhir saat Raja
Kutai yang bernama Maharaja Dharma
Setia tewas dalam peperangan di tangan
Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji
Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu
diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan
Kutai Kartanegara yang ibukotanya
pertama kali berada di Kutai Lama
(Tanjung Kute). Kutai Kartanegara
inilah, di tahun 1365, yang disebutkan dalam
sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi
kerajaan Islam yang disebut Kesultanan
Kutai Kartanegara.

Keterangan : tag : Kerajaan kutai , kerajaan hindu pertama di indonesia
Edit by ;Loph Indonesia
Refrensi : Pendidikan Sejarah
Artikel : Kerajaan Kutai - Kerajaan Hindu Pertama Di Indonesia

Senin, 13 Mei 2013

Sejarah Asal Usul Berdirinya Negara Indonesia

0002.jpg

Sejarah Asal Usul Berdirinya Negara Indonesia - Satu Indonesiaku

Sahabat Satu Indonesiaku , Republik Indonesia ialah sebuah negara kepulauan yang disebut sebagai Nusantara
(Kepulauan Antara) yang terletak di antara
tanah besar Asia Tenggara dan Australia
dan antara Lautan Hindia dan Lautan
Pasifik
.

Indonesia bersempadankan Malaysia di Kalimantan,Papua New Guinea di pulau Papua, dan Timor
Timur/Timor Leste di pulau Timor.

Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai
sejak zaman prasejarah oleh “Manusia
Jawa” pada masa sekitar 500.000 tahun
yang lalu.

Periode dalam sejarah Indonesia
dapat dibagi menjadi lima era:

Era Pra
Kolonial,

Yaitu munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan
Sumatera yang terutama mengandalkan
perdagangan.

Era Kolonial,
Yaitu masuknya orang-
orang Eropa (terutama Belanda) yang
menginginkan rempah-rempah mengakibatkan
penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga
pertengahan abad ke-20.

Era Kemerdekaan. Yaitu
pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
(1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966).

Era
Orde Baru .

32 tahun masa pemerintahan
Soeharto (1966–1998)

Era Reformasi
yang berlangsung sampai sekarang.

Prasejarah

Secara geologi, wilayah Indonesia modern
muncul kira-kira sekitar masa Pleistocene
ketika masih terhubung dengan Asia Daratan.
Pemukim pertama wilayah tersebut yang
diketahui adalah manusia Jawa pada masa
sekitar 500.000 tahun lalu. Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk
pada saat melelehnya es setelah berakhirnya
Zaman Es.

Era pra kolonial

Para cendekiawan India telah menulis
tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu
Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra
sekitar 200 SM. Kerajaan Tarumanagara
menguasai Jawa Barat sekitar tahun 400.
Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai wilayah tersebut.

Pada masa
Renaisans Eropa, Jawa dan Sumatra telah
mempunyai warisan peradaban berusia ribuan
tahun dan sepanjang dua kerajaan besar yaitu
Majapahit di Jawa dan Sriwijaya di
Sumatra sedangkan pulau Jawa bagian barat mewarisi peradaban dari kerajaan
Tarumanagara dan Kerajaan Sunda.

Kerajaan Hindu-Buddha

Pada abad ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah
Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak
Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara
yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda
sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7
hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra.'

Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi
ibukotanya Palembang sekitar tahun 670.
Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya
menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan
Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan
Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih
Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364,
Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan
atas wilayah yang kini sebagian besarnya
adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu.

Warisan dari masa
Gajah Mada termasuk kodifikasi hukum dan
dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat
dalam wiracarita Ramayana.

Kerajaan Islam

Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah masuk ke
Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah
ada jalur pelayaran yang ramai dan bersifat
internasional melalui Selat Malaka yang
menghubungkan Dinasti Tang di Cina,
Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani umayyah di Asia Barat sejak abad 7.

Menurut sumber-sumber Cina menjelang
akhir perempatan ketiga abad 7, seorang
pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman
Arab muslim di pesisir pantai Sumatera.
Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik yang ada. Hal ini nampak pada
Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya
Jambi yang bernama Srindravarman
mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar bin
‘Abdul ‘Aziz dari Khilafah Bani Umayah
meminta dikirimkan da`i yang bisa menjelaskan Islam kepadanya.

Surat itu
berbunyi:

“Dari Raja di Raja yang adalah
keturunan seribu raja, yang isterinya juga
cucu seribu raja, yang di dalam kandang
binatangnya terdapat seribu gajah, yang di
wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu
wewangian, pala dan kapur barus yang
semerbak wanginya hingga menjangkau jarak
12 mil, kepada Raja Arab yang tidak
menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan
Tuhan

Saya telah mengirimkan kepada anda hadiah,
yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak
begitu banyak, tetapi sekedar tanda
persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan
kepada saya seseorang yang dapat
mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-
hukumnya.”

Dua tahun kemudian, yakni tahun
720 M, Raja Srindravarman, yang semula
Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun
dikenal dengan nama Sribuza Islam. Sayang,
pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya Palembang yang masih
menganut Budha.

Islam terus mengokoh menjadi institusi politik
yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah
kesultanan Islam bernama Kesultanan
Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain
adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke
kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440.
Rajanya seorang Muslim bernama Bayang
Ullah.

Kesultanan Islam kemudian semikin
menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk
dan melalui pembauran, menggantikan Hindu
sebagai kepercayaan utama pada akhir abad
ke-16 di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali
yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu.

Di kepulauan-kepulauan di timur,
rohaniawan-rohaniawan Kristen dan
Islam diketahui sudah aktif pada abad ke-16
dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar
dari kedua agama di kepulauan-kepulauan
tersebut.

Penyebaran Islam dilakukan/didorong
melalui hubungan perdagangan di luar
Nusantara; hal ini, karena para penyebar
dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari
pemerintahan islam yg datang dari luar
Indonesia, maka untuk menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja
melalui cara berdagang, para mubaligh inipun
menyebarkan Islam kepada para pedagang
dari penduduk asli, hingga para pedagang ini
memeluk Islam dan meyebarkan pula ke
penduduk lainnya, karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan/kesultanan lah yang
pertama mengadopsi agama baru tersebut.

Kesultanan/Kerajaan penting termasuk
Samudra Pasai, Kesultanan Banten yang
menjalin hubungan diplomatik dengan
negara-negara Eropa, Kerajaan Mataram di Yogja / Jawa Tengah, dan Kesultanan
Ternate dan Kesultanan Tidore di Maluku
di timur.

Kolonisasi Belanda

Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-
lahan menjadi penguasa wilayah yang kini
adalah Indonesia, dengan memanfaatkan
perpecahan di antara kerajaan-kerajaan
kecil yang telah menggantikan Majapahit.
Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal
hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi
provinsi Indonesia bernama Timor Timur.

Belanda menguasai Indonesia selama hampir
350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di
mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-
Belanda dan masa penjajahan Jepang pada
masa Perang Dunia II.

Sewaktu menjajah
Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-
Belanda menjadi salah satu kekuasaan
kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang
adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru
ditaklukkan kemudian setelah Belanda
mendekati kebangkrutannya

VOC (Verenigde Oostindische
Compagnie )

Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda
tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah
Belanda namun oleh perusahaan dagang
bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda
(bahasa Belanda: Verenigde Oostindische
Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan
aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh
Parlemen Belanda pada tahun 1602.
Markasnya berada di Batavia, yang kini
bernama Jakarta.

Tujuan utama VOC adalah mempertahankan
monopolinya terhadap perdagangan rempah-
rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan
melalui penggunaan dan ancaman kekerasan
terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan
penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba
berdagang dengan para penduduk tersebut.

Contohnya, ketika penduduk Kepulauan
Banda terus menjual biji pala kepada
pedagang Inggris, pasukan Belanda
membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan
pulau-pulau tersebut dengan pembantu-
pembantu atau budak-budak yang bekerja di
perkebunan pala. VOC menjadi terlibat dalam
politik internal Jawa pada masa ini, dan
bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.

Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad
ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang
pendek di bawah Thomas Stamford Raffles,
pemerintah Belanda mengambil alih
kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah
pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun
1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam
paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel
dalam bahasa Belanda mulai diterapkan.

Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa
menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu,
seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu
kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini
membawa kekayaan yang besar kepada para
pelaksananya – baik yang Belanda maupun
yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan
pada masa yang lebih bebas setelah 1870.

Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa
yang mereka sebut Kebijakan Beretika
(bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang
termasuk investasi yang lebih besar dalam
pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan
sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur- jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-
Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial
secara langsung di sepanjang Hindia-
Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi
bagi negara Indonesia saat ini.

Gerakan Nasionalisme

Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama,
Serikat Dagang Islam dibentuk dan
kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan
nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda
merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I
dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok
kecil yang terdiri dari profesional muda dan
pelajar, yang beberapa di antaranya telah
dididik di Belanda.
Banyak dari mereka yang
dipenjara karena kegiatan politis, termasuk
Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.

Perang Dunia II

Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II,
Belanda diduduki oleh Nazi Jerman.
Hindia-Belanda mengumumkan keadaan
siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk
Jepang ke AS dan Britania. Negosiasi
dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar
pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang
memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan
Desember tahun itu.

Di bulan yang sama, faksi
dari Sumatra menerima bantuan Jepang
untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda
yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret
1942.

Era Jepang

Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran
Jepang untuk mengadakan kampanye publik
dan membentuk pemerintahan yang juga dapat
memberikan jawaban terhadap kebutuhan
militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta,
dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943.

Tetapi, pengalaman
dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat
bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup
dan status sosial orang tersebut. Bagi yang
tinggal di daerah yang dianggap penting dalam
peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan
sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan
perang lainnya. Orang Belanda dan
campuran Indonesia-Belanda merupakan
target sasaran dalam penguasaan Jepang.

Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan
pertamanya di bulan Mei, Soepomo
membicarakan integrasi nasional dan
melawan individualisme perorangan; sementara itu Muhammad Yamin
mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga
sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya,
Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-
Belanda sebelum perang.

Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke
Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang
sedang menuju kehancuran tetapi Jepang
menginginkan kemerdekaan Indonesia pada
24 Agustus.

Era kemerdekaan

Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi
mempunyai kekuatan untuk membuat
keputusan seperti itu pada 16 Agustus,
Soekarno membacakan “Proklamasi” pada
hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi
menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada
masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air
(PETA), para pemuda, dan lainnya langsung
berangkat mempertahankan kediaman
Soekarno.

Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik
Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad
Hatta sebagai Wakil Presiden dengan
menggunakan konstitusi yang dirancang
beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) sebagai parlemen sementara hingga
pemilu dapat dilaksanakan.

Kelompok ini
mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31
Agustus dan menghendaki Republik
Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi yaitu :

  • Sumatra.
  • Kalimantan (tidak termasuk
    wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei),
  • Jawa
    Barat.
  • Jawa Tengah,
  • Jawa Timur.
  • Sulawesi.
  • Maluku (termasuk Papua).
  • Nusa Tenggara.

Perang kemerdekaan

Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan
Australia yang bersimpati dengan usaha
kemerdekaan, melarang segala pelayaran
Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda
tidak mempunyai dukungan logistik maupun
suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial.

Usaha Belanda untuk kembali berkuasa
dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah
kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera
merebut kembali ibukota kolonial Batavia,
akibatnya para nasionalis menjadikan
Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27
Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan
dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda
memindahkan kedaulatan kepada pemerintah
Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia
menjadi anggota ke-60 PBB.

Demokrasi parlementer

Tidak lama setelah itu, Indonesia mengadopsi
undang-undang baru yang terdiri dari sistem
parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih
oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen
atau MPR. MPR terbagi kepada partai-
partai politik sebelum dan sesudah pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi
pemerintah yang stabil susah dicapai.

Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang
rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler
yang berdasarkan Pancasila sementara
beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi
sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam
takluk kepada hukum Islam.

Demokrasi Terpimpin

Pemberontakan yang gagal di Sumatera,
Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau
lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah
kegagalan MPR untuk mengembangkan
konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen
Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden Soekarno secara unilateral
membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang
bersifat sementara, yang memberikan
kekuatan presidensil yang besar, dia tidak
menemui banyak hambatan.

Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno
berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah
label “Demokrasi Terpimpin”. Dia juga
menggeser kebijakan luar negeri Indonesia
menuju non-blok, kebijakan yang didukung
para pemimpin penting negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan
Blok Barat maupun Blok Uni Soviet. Para
pemimpin tersebut berkumpul di Bandung,
Jawa Barat pada tahun 1955 dalam KTT
Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang
kelak menjadi Gerakan Non-Blok.

Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an,
Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-
negara komunis Asia dan kepada Partai
Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri.
Meski PKI merupakan partai komunis
terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah
menunjukkan penurutan ideologis kepada
partai komunis seperti di negara-negara
lainnya.

Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Soekarno menentang pembentukan Federasi
Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut
adalah sebuah “rencana neo-kolonial” untuk
mempermudah rencana komersial Inggris di
wilayah tersebut. Selain itu dengan
pembentukan Federasi Malaysia, hal ini dianggap akan memperluas pengaruh
imperialisme negara-negara Barat di
kawasan Asia dan memberikan celah kepada
negara Inggris dan Australia untuk
mempengaruhi perpolitikan regional Asia.

Menanggapi keputusan PBB untuk mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan
Malaysia anggota tidak tetab Dewan
Keamanan PBB, presiden Soekarno
mengumumkan pengunduran diri negara
Indonesia dari keanggotaan PBB pada
tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi Kekuatan Baru (CONEFO)
sebagai tandingan PBB dan GANEFO
sebagai tandingan Olimpiade. Pada tahun itu
juga konfrontasi ini kemudian mengakibatkan
pertempuran antara pasukan Indonesia dan
Malaysia (yang dibantu oleh Inggris).

Nasib Irian Barat Konflik Papua Barat

Pada saat kemerdekaan, pemerintah Belanda
mempertahankan kekuasaan terhadap belahan
barat pulau Nugini (Irian), dan mengizinkan
langkah-langkah menuju pemerintahan-
sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada
1 Desember 1961.

Negosiasi dengan Belanda mengenai
penggabungan wilayah tersebut dengan
Indonesia gagal, dan pasukan penerjun
payung Indonesia mendarat di Irian pada 18
Desember sebelum kemudian terjadi
pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada 1961 dan 1962. Pada 1962
Amerika Serikat menekan Belanda agar
setuju melakukan perbincangan rahasia
dengan Indonesia yang menghasilkan
Perjanjian New York pada Agustus 1962,
dan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadapa Irian Jaya pada 1 Mei 1963.

Gerakan 30 September / G30 S PKI

Hingga 1965, PKI telah menguasai banyak
dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno
untuk memperkuat dukungan untuk rezimnya
dan, dengan persetujuan dari Soekarno,
memulai kampanye untuk membentuk
“Angkatan Kelima” dengan mempersenjatai pendukungnya. Para petinggi militer
menentang hal ini.

Pada 30 September 1965, enam jendral
senior dan beberapa orang lainnya dibunuh
dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada
para pengawal istana yang loyal kepada
PKI. Panglima Komando Strategi
Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik
melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan
situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan.
Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang
dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah
korban jiwa pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa
dan Bali.

Era Orde Baru

Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah
satu pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota
PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19
September 1966 mengumumkan bahwa
Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan melanjutkan
partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”,
dan menjadi anggota PBB kembali pada
tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelah Indonesia diterima pertama kalinya.

Pada 1968, MPR secara resmi melantik
Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai
presiden, dan dia kemudian dilantik kembali
secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978,
1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan
dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya.

Orde
Baru memilih perbaikan dan perkembangan
ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur
administratif yang didominasi militer namun
dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan
Barat. Selama masa pemerintahannya,
kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian
sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
besar namun tidak merata di Indonesia.
Contohnya, jumlah orang yang kelaparan
dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an
dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya,
keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.

Irian Jaya

Setelah menolak supervisi dari PBB,
pemerintah Indonesia melaksanakan “Act of
Free Choice” (Aksi Pilihan Bebas) di Irian
Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil kepala-
kepala daerah Irian dipilih dan kemudian
diberikan latihan dalam bahasa Indonesia.

Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia
menimbulkan aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya
setelah perpindahan kekuasaan tersebut.
Dalam atmosfer yang lebih terbuka setelah
1998, pernyataan-pernyataan yang lebih
eksplisit yang menginginkan kemerdekaan dari
Indonesia telah muncul.

Timor Timur

Dari 1596 hingga 1975, Timor Timur adalah
sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang
dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan
dari pesisir utara Australia oleh Laut Timor.
Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat
Portugal secara mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal
pada tahun 1975, Fretilin, sebuah partai yang
dipimpin sebagian oleh orang-orang yang
membawa paham Marxisme, dan UDT,
menjadi partai-partai terbesar, setelah
sebelumnya membentuk aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari
Portugal.

Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia
masuk ke Timor Timur. Indonesia, yang
mempunyai dukungan material dan
diplomatik, dibantu peralatan persenjataan
yang disediakan Amerika Serikat dan
Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur mereka akan memperoleh tambahan
cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi
yang strategis.

Pada masa-masa awal, pihak militer
Indonesia (ABRI) membunuh hampir
200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-
lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi
saat Timor Timur berada dalam wilayah
Indonesia.

Pada 30 Agustus 1999, rakyat Timor Timur
memilih untuk memisahkan diri dari
Indonesia dalam sebuah pemungutan suara
yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk
yang berhak memilih turut serta; 3/4-nya
memilih untuk merdeka. Segera setelah hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak
militer Indonesia melanjutkan pengrusakan
di Timor Timur, seperti merusak
infrastruktur di daerah tersebut.

Pada Oktober 1999, MPR membatalkan
dekrit 1976 yang menintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita
Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih
tanggung jawab untuk memerintah Timor
Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai
pada Mei 2002.

Krisis ekonomi

Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya
didampingi B.J. Habibie.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang
krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih
jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai
kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor
lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh,
inflasi meningkat tajam, dan perpindahan
modal dipercepat. Para demonstran, yang
awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta
pengunduran diri Soeharto.

Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan
mahasiswa yang menduduki gedung DPR/
MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21
Mei 1998, tiga bulan setelah MPR
melantiknya untuk masa bakti ketujuh.
Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi
presiden ketiga Indonesia.

Era reformasi Pemerintahan Habibie

Presiden Habibie segera membentuk sebuah
kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah
kembali mendapatkan dukungan dari Dana
Moneter Internasional dan komunitas
negara-negara donor untuk program
pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol
pada kebebasan berpendapat dan kegiatan
organisasi.

Pemerintahan Wahid

Pemilu untuk MPR, DPR, dan DPRD
diadakan pada 7 Juni 1999. PDI
Perjuangan pimpinan putri Soekarno,
Megawati Sukarnoputri keluar menjadi
pemenang pada pemilu parlemen dengan
mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto – sebelumnya selalu menjadi
pemenang pemilu-pemilu sebelumnya)
memperoleh 22%; Partai Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%;
Partai Kebangkitan Bangsa pimpinan
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik Abdurrahman
Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai
wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun.
Wahid membentuk kabinet pertamanya,
Kabinet Persatuan Nasional pada awal
November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.

Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan
proses demokratisasi dan perkembangan
ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di
samping ketidakpastian ekonomi yang terus
berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi
konflik antar etnis dan antar agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat,
masalah yang ditimbulkan rakyat Timor
Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal
dan kekacauan yang dilakukan para militan
Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan
masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan
tekanan menantang kebijakan-kebijakan
Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan
politik yang meluap-luap.

Pemerintahan Megawati

Pada Sidang Umum MPR pertama pada
Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan
laporan pertanggung jawabannya. Pada 29
Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu
MPR dan meminta Presiden agar
mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi.

Di
bawah tekanan dari MPR untuk
memperbaiki manajemen dan koordinasi di
dalam pemerintahannya, dia mengedarkan
keputusan presiden yang memberikan
kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih
jabatan presiden tak lama kemudian.

Pemerintahan Yudhoyono

Pada 2004, pemilu satu hari terbesar di dunia
diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono
tampil sebagai presiden baru Indonesia.
Pemerintah baru ini pada awal masa
kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan
tantangan besar, seperti gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang
meluluh lantakkan sebagian dari Aceh serta
gempa bumi lain pada awal 2005 yang
mengguncang Sumatra.

Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan
bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah
Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka
yang bertujuan mengakhiri konflik
berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah
Aceh.

Referensi:

http://syadiashare.com/sinopsis-sejarah-
indonesia.html